Makan Ice-Cream di Ron’s Laboratory

Di weekend ini, anak saya Devani mengajak kami mencoba resto ice-cream yang baru di Grand Indonesia.  Sebenarnya resto ini sudah mulai beroperasi sejak 30 September 2013, tapi baru sore itu kami ke sana. Namanya agak aneh: “Ron’s Laboratory”…., nama resto ice-cream kok pakai “laboratory”? Karena penasaran, OK-lah….saya ke sana bersama Devani dan Maxi di Sabtu sore sekitar pukul tiga siang.

IMG-20140222-01657

Lokasinya di West Mall Grand Indonesia, Lantai 5, tepatnya di Unit ED2 – 12B. Jika anda tahu Ismaya Catering, nah….Ron’s Laboratory berlokasi tepat di sebelahnya… Tempatnya kecil…., hanya ada sekitar 12 meja…dan antriannya lumayan panjaaang di Sabtu sore itu. Siapa yang mengantri? Kebanyakan anak muda…ada juga yang bersama keluarga, tapi mayoritas yang sedang nongkrong di sana adalah anak-anak muda. Tak heran jika Devani yang merekomendasi tempat ini….pastinya dia dapat ide dari teman-teman sekolahnya.

Suasana di dalam Ron's Laboratory
Suasana di dalam Ron’s Laboratory

Pakai nama “laboratory” karena konsepnya adalah sebuah laboratorium yang membuat ice-cream dengan nitrogen cair. Ice-creamnya sangat halus….tipe gelato. Selain ice-cream, juga ada minuman kopi, yoghurt dan sorbet. Suasana laboratorium juga terlihat dari staff uniform-nya yang berupa jas laboratorium berwarna putih. Salah satu dinding restaurant dihias dengan tulisan-tulisan reaksi kimia! Secara umum, konsep ‘laboratorium’nya sangat kuat.

Perlengkapan bergaya Laboratorium
Perlengkapan bergaya Laboratorium
Barista dengan Jas Lab
Barista dengan Jas Lab

Antri untuk memesan ternyata tidak terlalu lama. Harga ice-cream gelato-nya berkisar di atas Rp 50.000,-. Anak saya, Maxi langsung berkomentar “overprice’…., karena ia membandingkan dengan ice-cream favoritnya, HaagenDasz yang harganya di bawah Rp 50.000,- Tapi…sekali-sekali, it’s good to try something new….. Akhirnya Devani memesan Salted Caramel Popcorn (ada popcorn di ice-creamnya lho!), Maxi sebagai penggemar Star Wars memilih Ultimate Dark Vader (ini adalah dark chocolate ice-cream) dan saya yang berusaha memilih ice-cream dengan kalori lebih rendah, memesan Matcha Mochi (green-tea ice-cream). Masing-masing pesanan harganya Rp 55.000,- sehingga total bill kami adalah Rp 165.000,- (rupanya harga sudah termasuk pajak).

Daftar Menu Gelato Ron's Laboratory
Daftar Menu Gelato Ron’s Laboratory

Setelah memesan, perjuangan berikutnya adalah mencari tempat duduk….. Suasana restaurant penuh di sore itu sehingga orang yang mengantri meja perlu berdiri di dekat meja dengan pengunjung yang tampaknya sudah hampir selesai. Sebenarnya saya kurang suka “mengintimidasi” orang untuk segera beranjak dari tempat duduknya, tapi apa boleh buat….. Kalau nggak begitu….ice-cream kita bakalan sudah mencair sebelum kita berhasil duduk. Proses pembuatan ice-cream ternyata cukup lama….pesanan kami keluar satu persatu, bisa diambil di dekat Cashier. Sekitar 10 menit kami menunggu ice-cream pesanan kami, pas berhasil dapat meja untuk duduk.

Bagaimana rasa ice-cream seharga lima puluh ribuan? Hmmm….rasanya sangat halus. Keistimewaannya terletak pada paduan ice-cream dengan topping-nya. Ada popcorn di ice-cream Devani…jadi rasanya mirip seperti caramel popcorn yang biasa dijual di bioskop. Matcha ice-cream saya juga sangat lembut, dengan topping mochi black sesame. Saya tidak sempat mencicipi Ultimate Dark Vader Maxi…tapi tampaknya juga yummy…meski menurut Maxi, tetap lebih enak ice-cream Haagen Dasz.

Ultimate Dark Vader
Ultimate Dark Vader
IMG-20140222-01654
Salted Caramel Popcorn
IMG-20140222-01655
Matcha Mochi

 

Yang unik, ada juga “injection” ….yang isinya benar-benar dimasukkan ke dalam alat suntik. Ada pilihan isi “suntikan” keju, coklat, coffee.  Pilihan menu juga terus-menerus di-up-date  jika kita melihat perjalanan Ron’s Laboratory melalui Facebook account-nya di https://www.facebook.com/ronslaboratory dan website resminya di http://www.ronslaboratory.com/ (ketika post ini ditulis, website belum beroperasi penuh).

Sambil menikmati ice-cream, saya berdiskusi dengan Devani dan Maxi tentang pentingnya menciptakan konsep yang unik, dalam hal ini untuk sebuah dessert restaurant. Ada banyak dessert cafe, sehingga jika ingin sukses menonjol….pemain baru harus tampil beda. Menurut saya, Ronald Prasanto sebagai ‘creator’ Ron’s Laboratory berhasil menempatkan Ron’s Laboratory sebagai salah satu tempat hang-out favorit bagi warga Jakarta…khususnya kaum remajanya.

 

 

Pilih-pilih Lunpia Semarang

Semarang identik dengan “loenpia (lunpia)” atau lumpia. Penjual lumpia di Semarang ada banyak sekali. Maklumlah, sesuatu yang laku, pastilah diikuti banyak orang. Setelah bertanya kepada keluarga yang tinggal di Semarang, saya disarankan untuk membeli lunpia Kampung Baris. Lokasinya di Jl. Mataram dekat toko roti Sanitas (yang juga menjadi andalan untuk dijadikan oleh-oleh kuliner Semarang). Selain Lunpia Kampung Baris, juga ada beberapa nama yang cukup terkenal seperti Lunpia Mbak Lien (yang sedang tutup berkaitan dengan Hari Raya Imlek) dan Lumpia Express.

Loenpia Kampung Baris

 

Kebetulan adik saya dan keluarganya juga bermaksud membeli loenpia…jadi saya menitip pesan loenpia satu hari sebelum kami pulang ke Jakarta. Memang SANGAT disarankan untuk memesan terlebih dahulu karena ukuran warungnya kecil dan lebih menghemat waktu jika kita sudah pesan sebelumnya.

Adik saya melakukan pemesanan dengan datang langsung ke tempat penjualnya di Jl. Mataram dan membayar “down payment” (sekitar 50% dari total pesanan). Harganya Rp 10.000,- per lumpia. Mahal? Ya, memang lumayan mahal, tapi ukuran lumpianya besar dan kualitasnya baik. Kulit lumpianya pas banget…tidak terlalu tebal, tidak terlalu tipis….saya mencoba memakannya tanpa digoreng maupun dengan digoreng…keduanya sama enaknya. Isi lumpia, seperti biasa, rebung, udang dan telur (seperti dadar / orak-arik)…sebenarnya standard, tapi perpaduan lumpia ala Kampung Baris ini terasa sangat sesuai di lidah. So yummy!

Di dalam besek seperti foto di atas, terisi 10 lumpia dan saosnya, serta bawang. Saya pribadi tidak makan lumpia bersama “aksesoris”nya. Buat saya, rasanya lebih original jika memakan lumpia “apa adanya”…tanpa tambahan rasa aksesorisnya.

IMG-20140202-01593

 

Nah, di kantong plastiknya, terdapat alamat dan nomer teleponnya.

Selalu ada peringatan “Tidak Buka Cabang” dan “Jangan keliru dengan lunpia merk lain”, sebab yang memakai nama Kampung Baris, tidak hanya satu tempat. Juga ada tulisan “Halal” di besek-nya….penting buat yang perlu informasi ini.

Sayang beribu sayang….saya tidak sempat memotret penampakan lunpia Kampung Baris ini. Godaan begitu besar untuk langsung memakan lumpia Kampung Baris ini. Nah, bagi anda yang penasaran melihat penampakannya, datang aja langsung ke Lunpia Kampung Baris, Jalan Mataram, Semarang!

 

 

Makan Apa di Paragon Mall, Semarang?

Kami menginap di Crowne Plaza Hotel yang terletak di atas Paragon Mall, Semarang. Sebab itu, tak heran jika kami beberapa kali mengunjungi Paragon Mall selama kami menginap di Crowne Plaza.

Untuk makan siang pertama kami di Semarang, kami mengunjungi food court Paragon Mall yang dinamai Robuchon. Seperti food court pada umumnya, di sana terdapat berbagai variasi food outlet yang siap kita pilih. Sistem pembayaran menggunakan kartu yang diberikan pada saat kita memasuki food court (tiap orang mendapat satu kartu). Jika kita memesan makanan di outlet, kita diminta menyerahkan kartu tersebut, lalu petugas outlet memasukkan data pesanan di kartu kita. Pada saat kita keluar dari Robuchon, kita membayar makanan-minuman kita di Cashier.

Devani dan Maxi memesan pizza dari Doremi Pizza yang porsinya cukup besar dan menurut mereka lumayan rasanya. Suami dan saya kali ini tidak terlalu “berpetualang”…, kami memilih Saboga saja.

Di hari berikutnya, kami bersantap pagi di Kopitiam Bangi yang merupakan “franchise” dari kopitiam Malaysia. Suasana kopitiam cukup nyaman dengan interior bergaya Melayu. Di Kopitiam Bangi, saya memesan roti kaya…yang menurut saya kurang cantik penampilannya. Jika anda ingin “nongkrong”, tempat ini bisa menjadi salah satu pilihan karena lokasinya di lantai bawah dengan pandangan ke arah luar Paragon Mall.

Sebenarnya tentu ada banyak sekali pilihan makanan di Paragon Mall, namun karena kami banyak mempunyai acara makan di tempat lain bersama keluarga, kami hanya sempat dua kali makan di mall. Informasi lebih lanjut mengenai outlet restaurant maupun toko-toko lain di Paragon Mall dapat dilihat di www.paragonsemarang.com

Mengenal Taro Anggro

Meski belum seterkenal Goa Maria Sendangsono atau Goa Maria Kerep, Taman Rohani Taro Anggro ini menarik untuk dikunjungi jika anda sedang berada di Jawa Tengah. Taro Anggro atau lengkapnya Taman Rohani Anggrung Gondok terletak di lereng Gunung Sindoro, menghadap ke Gunung Sumbing. Lokasi ini sangat indah karena di hari yang cerah, pengunjung bisa melihat kedua gunung tersebut dengan jelas. Hawanya pun sejuk sehingga kunjungan ke Taro Anggro tidak terasa melelahkan meski cukup jauh dari Semarang, kota awal perjalanan kami.

Bagi kedua anak kami, Devani dan Maxi, ini adalah pertama kalinya mereka mengunjungi tempat wisata rohani. Perjalanan dari Semarang ditempuh selama sekitar tiga jam dengan melalui pemandangan alam yang indah di sepanjang perjalanan; kami tiba di Taro Anggro lewat pukul sebelas pagi.

Taro Anggro diresmikan pada tanggal 12 Juni 2010 oleh Bapak Bupati H. Kholik Amal dan diberkati oleh Mgr. Julianus Sunarka SJ. Di kompleks Taro Anggro terdapat rute Jalan Salib yang relatif “mudah” (tidak menanjak dan tidak terlalu jauh), Goa Adorasi Sakramen Maha Kudus, Kapel (ruang tertutup) dan Altar Salib Suci (untuk misa di tempat terbuka).

Beberapa informasi penting yang saya ambil dari brosur Taro Anggro adalah sebagai berikut:

Alamat: Jl. Raya Wonosobo – Temanggung Km. 16, Desa Anggrung Gondok, Kec. Kertek, Kabupaten Wonosobo.

Misa Kudus diselenggarakan setiap Hari Minggu pukul 10.00. Jika anda datang dengan rombongan dan ingin diadakan misa, anda dapat menghubungi Sekretariat dengan contac person: Bp. Petrus Supri 0878 3435 3839 / 0812 2125 2932, Mbak Iin Aquilina 0813 2726 4127 atau dengan Romo Suparmanto MSC di 0815 4207 2744.

Setiap Minggu ke-4 mulai Bulan September s/d Mei diselenggarakan Perayaan Ekaristi untuk Novena Hati Kudus Yesus. Juga ada Perayaan Ekaristi setiap Kamis Malam Jumat Kliwon pukul 19.00 WIB.

Karena “usia” tempat ini memang relatif baru, bangunan-bangunan yang ada di kompleks ini juga tampak baru. Desain-nya diusahakan untuk menyatu dengan alam yang indah.

Saat ini, belum terlalu banyak peziarah yang mengunjungi Taro Anggro. Fasilitas pendukung yang ada di sekitar kompleks ini masih terbatas, sehingga jika anda berencana untuk berkunjung sana dalam kelompok besar, sangat disarankan untuk membuat pengaturan yang rapi (misalnya untuk penyediaan makan, penyelenggaraan misa maupun penginapan jika diperlukan) dengan pihak pengelola Taro Anggro.

Ketika kami ke sana, sedang dibangun penginapan sederhana (home-stay) di kompleks Taro Anggro. Namun tampaknya jumlah kamar yang direncanakan tidak terlalu banyak.

Durian Matang Pohon

Durian Matang Pohon

Dalam perjalanan dari Semarang menuju Temanggung, kami melewati daerah penjual durian matang pohon. Bagi saya dan anak-anak, sangat menarik melihat begitu banyaknya durian di pohon yang sudah diikat dengan tali agar tidak jatuh ke tanah ketika sudah matang di pohon. Anda dapat membeli langsung dari penduduk lokal yang banyak membuka lapak di sepanjang jalan tersebut. Harga sebuah durian yang dijual di pinggir jalan adalah Rp 50.000,- (belum ditawar).

Menikmati Gedong Songo

Dalam liburan ‘long weekend’ kami ke Semarang tanggal 30 Januari – 2 Februari 2014 yang sebenarnya sudah padat dengan acara bersama keluarga besar, kami berempat – keluarga kecil 🙂 masih menyempatkan diri untuk berwisata ke luar kota Semarang. Tujuan utamanya adalah melakukan ziarah rohani (Katholik) ke Taro (Taman Rohani) Anggro yang berlokasi di Temanggung. Sharing pengalaman wisata rohani akan saya tuliskan terpisah karena ceritanya cukup panjang. Dalam perjalanan kembali dari Temanggung, kami singgah ke “Gedong Songo”.

Gedong = Bangunan; Songo = Sembilan adalah kompleks bangunan candi Hindu yang terletak di lereng gunung Ungaran, Bandungan, sekitar 45 menit dari kota Semarang.

Gedong Songo - Candi Pertama
Gedong Songo – Candi Pertama

Sebenarnya, kami tidak berencana mengunjungi Gedong Songo karena sudah akan ada acara di malam harinya sehingga ingin secepatnya kembali ke Semarang. Namun atas anjuran rekan yang mengantar kami jalan-jalan, kami setuju untuk mampir ke Gedong Songo. Kami sudah pernah melihat Candi Borobudur dan Prambanan, tetapi belum pernah ke Gedong Songo. Sebab itu, kami tertarik juga untuk melihat Gedong Songo.

Hari sudah menjelang sore ketika kami sampai di Gedong Songo. Perjalanan kami hari itu sudah dimulai sejak pukul tujuh pagi sehingga kondisi kami sudah cukup lelah. Tidak ada target ambisius untuk mengunjungi seluruh candi yang ada di sana karena kami melihat medan yang menanjak lewat jalan batu dan cuaca yang mulai hujan rintik.

Papan Informasi Gedong Songo
Papan Informasi Gedong Songo

Setelah membayar karcis masuk seharga Rp 6.000,- per orang, kami mulai memasuki kompleks candi. Candi yang pertama segera terlihat begitu memasuki area kompleks sehingga kami bersemangat menuju candi tersebut. Ukurannya tidak terlalu besar dan relief yang bisa terlihat di dinding candi sudah tidak terlalu jelas. Maklumlah, Gedong Songo diperkirakan dibangun pada abad kesembilan sehingga usia bangunan sudah lebih dari 1000 tahun. Anak-anak kami selalu terkagum-kagum di tempat-tempat seperti ini.

Relief Candi
Relief Candi
Bagian relief yang masih terlihat cukup jelas
Bagian relief yang masih terlihat cukup jelas

Pemandangan di kompleks Gedong Songo memang indah karena lokasinya di lereng gunung. Saat kami datang, mulai turun gerimis dan berkabut sehingga suasana dan pemandangannya sangat asri. Saya senang bisa mengajak kedua anak kami menikmati pemandangan dan pengalaman yang jauh berbeda dari yang mereka biasa dapatkan di kota besar.

Suasana berkabut di kompleks Gedong Songo
Suasana berkabut di kompleks Gedong Songo

Setelah candi pertama, kami masih mencoba berjalan mendaki menuju lokasi candi kedua sampai kelima. Sesudah beberapa meter berjalan mendaki dan belum juga melihat candi-candi berikutnya, sementar gerimis semakin deras….akhirnya kami memutuskan untuk balik arah! Menurut informasi yang kami dapatkan, jarak tempuh sampai ke seluruh candi adalah sekitar empat kilometer! Waaah…kali ini kami menyerah dulu deh…..

Cara lain untuk berkeliling kompleks Gedong Songo adalah dengan naik kuda. Ada cukup banyak kuda yang dipelihara di kompleks Gedong Songo dan tampaknya memang menjadi salah satu kegiatan wisata yang banyak diminati pengunjung. Biaya naik kuda mengelilingi keseluruhan kompleks adalah Rp 50.000,-.

Kandang kuda
Kandang kuda
Rute Berkuda
Rute Berkuda

Di area kompleks Gedong Songo, banyak penjual yang menawarkan jagung dan souvenir. Sebenarnya agak mengganggu keindahan tetapi jagung yang dijual tampak lezat…sehingga saya akhirnya beli jagung juga dari salah satu penjual. Harga jagung Rp 2.000,- per satuan. Sambil berjalan turun, jagung rebus yang hangat itu kami santap…hmm…enak!

Kios makanan di area kompleks cukup banyak, umumnya menjual sate ayam dan sate kelinci.

Warung Lesehan banyak terdapat di kompleks Gedong Songo
Warung Lesehan banyak terdapat di kompleks Gedong Songo
Harga makanan di salah satu warung
Harga makanan di salah satu warung

Bagi keluarga dengan anak-anak remaja, sebenarnya tempat ini menarik untuk dikunjungi. Selain karena nilai sejarah yang tinggi, pemandangan indah, juga karena medannya cukup menantang. Selain candi, masih ada pemandian air belerang yang juga bisa dicoba atau setidaknya dilihat. Lain kali kami berencana datang lagi ke Gedong Songo untuk meneruskan kunjungan ke candi-candi lainnya di kompleks tersebut. Tentu dengan persiapan yang lebih matang…dari sisi tenaga dan waktu.

Bersantap di Resto Antik “KoenoKoeni” Semarang

“KoenoKoeni” adalah nama yang unik untuk sebuah restaurant, sebenarnya bermakna ‘sangat kuno’. Untuk salah satu kesempatan makan siang bersama keluarga besar, kami memilih KoenoKoeni yang terletak di Jl. Tabanan No. 4, Semarang. Lokasinya agak sedikit naik di daerah atas kota Semarang yang dikenal dengan sebutan “Candi”.

Tema restaurant “KoenoKoeni” adalah tradisional Jawa dengan beberapa sudut display koleksi barang antik sang pemilik restaurant yang juga adalah pemilik perusahaan jamu Sido Muncul. Beberapa kelompok koleksi yang saya sempat amati adalah koleksi Vespa, camera, mesin tik, setrika, radio dan tusuk konde. Sayangnya, tidak ada penjelasan tertulis yang memadai mengenai benda-benda antik tersebut sehingga kita hanya dapat mengamati tetapi kurang dapat menambah pengetahuan mengenai cerita di baliknya.

Vespa Antik Berjejer Rapi
Vespa Antik Berjejer Rapi
Koleksi Motor Klasik
Koleksi Motor Klasik
Radio "pink" yang cantik
Radio “pink” yang cantik
Radio "Jadoel"
Radio “Jadoel”
Koleksi Camera antik
Koleksi Camera antik
Tempat Air Jadoel
Tempat Air Jadoel

Karena kami datang untuk bersantap siang, pemandangan ke arah kota Semarang terlihat biasa-biasa saja. Menurut beberapa sumber, pemandangan di malam hari akan lebih indah kerena pengunjung bisa melihat kota Semarang bertabur lampu. Restaurant ini memiliki area indoor (no smoking area) dan teras (smoking area); jika anda ingin melihat pemandangan ke arah kota Semarang, silakan memilih area di teras.

Karena kami datang dalam rombongan besar dan di hari libur nasional, kami sudah melakukan reservasi sekitar tiga hari sebelumnya. Itu pun kami hanya kebagian di teras karena di bagian dalam sudah ada beberapa keluarga besar yang juga sudah pesan tempat. Suasana di teras tidak ramai ketika kami datang sekitar jam 12 siang jadi kami masih bisa memilih lokasi yang jauh dari pengunjung yang merokok (karena kami sebenarnya ingin berada di area no smoking).

Welcome drink yang diberikan pada saat kami datang adalah segelas kecil beras kencur. Saya menyukai rasa beras kencur ini, namun anak-anak dan keponakan tidak ada yang mau meminumnya… Beberapa jenis jamu (khususnya keluaran Sido Muncul) memang ditawarkan sebagai menu minuman di restaurant ini.

Minum Beras Kencur sambil Memilih Menu
Minum Beras Kencur sambil Memilih Menu

Sambil minum beras kencur, kami mulai melihat daftar menu yang ditawarkan. Secara garis besarnya, KoenoKoeni menawarkan menu tradisional Indonesia dan menu Barat yang cukup bervariasi. Harga berkisar antara Rp 20.000 sampai Rp 80.000an. Saya sendiri memilih Nasi Goreng KoenoKoeni yang katanya merupakan andalan mereka. Maxi memilih salah satu ‘kids menu’ yaitu chicken nugget and fries…dan order nasi putih tambahan karena ia kurang suka makan kentang goreng. Suami memilih dori teriyaki sementara Devani memilih sandwich.

DSC08613 DSC08614 DSC08610 DSC08611 DSC08610

Salah satu "Kids Menu": Chicken Nugget and Fries
Salah satu “Kids Menu”: Chicken Nugget and Fries
Nasi Goreng KoenoKoeni
Nasi Goreng KoenoKoeni
Es Teh Manis selalu jadi favorit
Es Teh Manis selalu jadi favorit

Dari enam belas anggota keluarga yang makan bersama, tidak ada yang sangat memberikan pujian tentang makanan yang dihidangkan. Memang dari segi rasa, makanan KoenoKoeni biasa saja. Yang unik dari KoenoKoeni adalah pengalaman bersantap sambil menikmati koleksi antik.

Bagi anda yang membawa anak kecil dan ingin bermain, di KoenoKoeni terdapat area bermain anak (indoor). Anak harus memakan kaos kaki dan kita harus membayar di kasir.

KoenoKoeni juga menjual kain batik nan cantik dengan harga yang berkisar antara Rp 300.000 sampai di atas dua juta rupiah. Di tokonya juga dijual berbagai macam mainan, makanan dan minuman ‘jadoel’ yang lucu-lucu dan peralatan minum tempo doeloe….bisa sebagai alternatif oleh-oleh meski harganya mungkin lebih tinggi daripada harga di pasar. Segala produk jamu Sido Muncul pun tentunya bisa anda beli di toko tersebut.

Batik yang dijual di toko KoenoKoeni
Batik yang dijual di toko KoenoKoeni
Display batik di toko KoenoKoeni
Display batik di toko KoenoKoeni
Beragam mainan anak jadoel
Beragam mainan anak jadoel

Kesimpulannya….buat saya dengan anak-anak remaja, restaurant ini menarik karena banyak koleksi antik yang bisa mereka lihat sambil menunggu makanan datang. Dari segi variasi makanan, juga banyak pilihannya, mulai dari yang tradisional sampai yang bergaya modern, cocok untuk anak zaman sekarang. Namun dari sisi rasa…sebenarnya tidak terlalu istimewa.